Inspirasi Hidup Bunda Maria (Lukas 2:41-52)

Kfr. Freday B. Sihombing, OSC

 

 

 

Masih ingatkah kapan kita terakhir tenang atau hening? Atau kapan kita merasa hati dan jiwa kita merasa damai dan tenang? Atau malah kita tidak pernah atau malah tidak tahu (artinya tenang), merasa hal itu tidak penting/tidak perlu, menganggap bahwa lebih baik ribut, banyak berbicara, daripada hanya diam membisu, tidak berbuat apa-apa. Disadari atau tidak, terkadang sikap kita dalam menghadapi ujian hidup ini tidak selalu mudah, atau berjalan dengan baik. Tidak selalu kita mampu menghadapi masalah hidup sehari-hari, terkadang iman kita goyah dan seringkali kita mudah jatuh. Kita terjebak dalam perasaan cemas, takut, kuatir dan bahkan cenderung menyalahkan orang lain ketika kita menghadapi masalah atau cobaan. Apa yang kita lakukan ketika mengalami “ujian hidup”? Apakah kita mampu menerapkan doa-doa kita menjadi iman yang hidup, memiliki daya (kekuatan), tangguh dalam menghadapi ujian hidup ini ataukah kita memang masih perlu belajar lagi dalam hal pelajaran iman bagi hidup kita? Bagaimanapun setiap orang harus menghadapi ujian-ujian hidup ini. Materi yang diujikan kepada kita bisa saja sama, walaupun bobotnya bisa saja berbeda, beban ujian berbeda! Lalu, bagaimana sikap kita ketika menghadapi ujian hidup?

 

Bacaan Injil Lukas 2: 41-52, membawa kita pada peremenungan tentang sikap Bunda Maria yang penuh iman dan ketenangan dalam menghadapi ujian atau masalah hidup di dunia. Pada peristiwa iman atas cobaan dan ujian hidup, saya mengajak saudara untuk bersama-sama merenungkan sikap Bunda Maria dalam menyikapi masalah hidupnya terkait relasi bersama Keluarga Nazareth (Yosef, Maria, dan Yesus). Semakin jelas dalam kisah Yosef dan Maria ketika kehilangan Yesus di Yerusalem. Penulis Lukas dalam bab 2 ayat 51: “Lalu ia pulang bersama-sama mereka. Dan IbuNya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya”. Sikap Bunda Maria yang selalu tenang serta percaya pada rencana dan kehendak Allah, memampukannya untuk sanggup menghadapi setiap ujian hidup yang harus ia terima. Kesanggupan Bunda Maria itu bukanlah suatu usaha dari dirinya sendiri semata. Di samping itu, Bunda Maria selalu terbuka terhadap rencana dan kehendak-Nya, karena itulah Bunda Maria senantiasa mampu menggenapi yang disabdakan Tuhan Yesus kepadanya.

 

Mari kita renungkan, bagaimana Bunda Maria dengan ketenangannya menghadapi setiap ujian hidup yang berat, namun mampu tetap setia dan tegar untuk senantiasa mengikuti Tuhan Yesus. Berikut ini beberapa ujian hidup dialami oleh Bunda Maria:

 

1) Saat Bunda Maria mengandung oleh Roh Kudus.

Ketika Bunda Maria diberitahu bahwa ia harus mengandung dari Roh Kudus, bisa kita bayangkan betapa sulitnya situasi Bunda Maria saat itu. Bagaimana ia harus meyakinkan Yosef, tunangannya waktu itu, dan bagaimana ia bisa mengerti dan percaya bahwa ia akan mengandung oleh Roh kudus. Secara manusiawi Bunda Maria tidak mampu, namun kemudian dia akhirnya percaya kepada Allah yang memilih dirinya dan saat itu juga dia serahkan semuanya kepada Allah. Ia membiarkan Allah sendiri turut campur tangan dan menyampaikan kepada Yosef melalui mimpi, bahwa anak yang dikandung Bunda Maria itu berasal dari Roh Kudus. Jika Bunda Maria sendiri mengatakan demikian tentu sulit bagi Yosef untuk percaya. Namun, Bunda Maria berusaha dengan sikap tenang dihadapan Yosef, menunjukkan kesediaannya untuk taat menerima rencana Allah pada dirinya.

 

2) Saat Bunda Maria mencari tempat untuk melahirkan Yesus.

Bunda Maria hidup sebagai orang yang miskin, dan menderita serta tersembunyi. Suaminya Santo Yosef pun hanyalah tukang kayu sederhana, bukan juragan kayu, atau pengusaha bisnis kayu seperti sekarang ini. Sebagai manusia, Bunda Maria hidup dengan sangat sederhana, tinggal di sebuah desa kecil yang bernama Nazaret, sadar bahwa ia tidak punya biaya untuk melahirkan seperti wanita lainnya. Akan tetapi, hidup Bunda Maria dipenuhi dengan semangat iman. Saat-saat mau melahirkan pun, Bunda Maria yang ditemani Santo Yosef tidak diterima oleh orang-orang di kota Betlehem. Maka, terpaksa Bunda Maria harus melahirkan di kandang binatang. Dapat dibayangkan penderitaan dan kesedihan Bunda Maria waktu itu. Kemudian, setelah Yesus lahir pun mereka dikejar-kejar bahkan mau dibunuh oleh Herodes. Baru saja melahirkan atau bersalin, Bunda Maria harus mengungsi ke Mesir yang sangat jauh. Namun, Bunda Maria tetap menerima Yesus dan berpegang teguh akan janjinya untuk membesarkan Yesus.

 

3) Saat Bunda Maria mendengar jawaban Yesus setelah mendapatiNya di Bait Suci.

Pada saat Yesus beranjak dewasa, Maria dan Yosef bersama dengan yang lainnya mengajak Yesus berkeliling ke Yerusalem. Sesudah menyadari Yesus hilang dari rombongan, Maria dan Yosef berusaha mencari Yesus selama 3 hari tanpa mengetahui apa yang dinantikan dengan penuh kerisauan. Yesus ternyata sedang mengajar di Bait Allah, lalu jawab-Nya kepada Maria dan Yosef: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Sebagai orang tua, peristiwa kehilangan anak, pasti sangat menyakitkan. Maria dan Yosef pun harus mencari Yesus kemana-mana, karena mereka sebagai orangtua merasa punya tanggung-jawab besar terhadap Yesus. Akan tetapi dengan jawaban Yesus seperti itu, Bunda Maria awalnya mungkin merasa kecewa, namun pada akhirnya ia mengerti bahwa inilah kehendak Allah, Maria tidak punya hak untuk memarahi atau bahkan memaksanya, Maria menerima peristiwa ini dengan tenang dan damai.

 

 4) Saat Bunda Maria mengikuti jalan salib Yesus.

Ketaatan iman Bunda Maria mencapai puncaknya pada saat ia mendampingi Yesus memanggul salibNya, sampai di bukit Golgota. Di saat hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia, Maria dengan sabar menemani Yesus yang menderita. Maria tegar berdiri di kaki salib Kristus, dan turut mempersembahkan Dia di hadapan Allah Bapa. Maria melihat sendiri kesengsaraan Putera-nya Yesus Kristus yang melampaui segala ungkapan, untuk menebus dosa-dosa manusia. Di kaki salib-Nya, Maria melihat sendiri apa yang nampaknya seperti pengingkaran total apa yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel saat memberikan Kabar Gembira, “Ia akan menjadi besar … Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Luk 1:22-23). Namun di kaki salib itu, yang terlihat adalah penderitaan Putra-Nya yang tak terlukiskan, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan … ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia …” (Yes 53:3-5). Meskipun demikian, Bunda Maria tetap tenang dan setia menyertai Kristus.

 

 5)  Saat Bunda Maria menjadi Ibu bagi murid-murid Yesus.

Sesaat sebelum wafat-Nya, Tuhan Yesus memberikan Bunda Maria kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya. “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya disampingnya, berkatalah Ia kepada  ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu”. Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya, “Inilah ibumu!” Dan sejak itu murid itu (Yohanes) menerima dia (Bunda Maria) di dalam rumahnya” (Yoh 19: 26-27). Kita mengetahui bahwa pesan ini adalah salah satu dari ketujuh perkataan Yesus sebelum wafat-Nya. Maka Gereja selalu memahami ucapan tersebut, sebagai kehendak Yesus yang mempercayakan Ibu-Nya kepada kita semua para murid-Nya, yang diwakili oleh rasul Yohanes. Tuhan Yesus juga menyebutkan hal yang penting tentang Bunda Maria, dengan berkata kepada para murid-Nya,” Inilah ibumu!”, tujuannya agar kita umat beriman juga dapat menerimanya sebagai kebenaran. Bunda Maria pun menerima peristiwa ini dengan tenang dan sabar bahwa saatnya telah tiba, Allah menggenapi sabdaNya dalam diri Yesus Kristus.

 

Hal menarik untuk kita renungkan bersama, dengan tanggapan dan sikap  “ketenangan” dari Bunda Maria atas persoalannya, tentu tidaklah otomatis atau sekedar spontan begitu saja. Ketenangan sikap Bunda Maria ketika mengalami ujian hidup merupakan sikap batin yang  melahirkan buah-buah iman. Sikap iman Bunda Maria, melahirkan kata-kata iman: ”terjadilah padaku menurut perkataanMu”. Kata-kata yang penuh iman tersebut menginspirasi kita dalam menyikapi setiap ujian atau persoalan hidup ini.  Saat masalah menghimpit hidup kita, seungguhnya satu yang masih kita butuhkan selain doa-doa yang mengiringi karya-karya kita, yaitu iman. Beriman berarti percaya dan menyerahkan diri secara total pada Allah. Oleh karenanya, ketika kita sudah beriman kepada-Nya, kita tidak perlu takut dan risau lagi, karena itu semua adalah kehendak yang Ilahi. Dalam menghadapi persoalan hidup atau ujian hidup ini, sikap tenang dan percaya akan semakin memampukan kita dalam menghadapi semuanya dengan baik dan benar. Memang tidak semua orang bisa menanggapi semua permasalahan dengan tenang, sehingga mengalami stres dan depresi serta trauma. Masalah atau cobaan bukannya terselesaikan malah menambah persoalan yang lain.

 

Lalu, bagaimana dengan kita? Kita sebagai pengikut Tuhan yang secara khusus hidup membiara sebagai krosier tentu juga penuh dengan konsekuensi dan resiko yang membawa persoalan, seperti para murid Yesus. Untuk menjadi muridNya, Yesus berkata: “… harus menyangkal diri, memikul salib-Nya dan mengikuti Aku”, artinya, bahwa menjadi pengikut Tuhan tidak lepas dari yang namanya cobaan dan penderitaan. Memang bukanlah perkara mudah buat kita, tetapi sebuah keputusan iman yang penuh pertimbangan. Mengikuti Tuhan dengan menyangkal diri dan memikul salib-Nya akan membuat kita selalu goyah dan terombang-ambing, karena hal tersebut tidak mudah untuk kita wujudkan. Tidak perlu jauh-jauh berpikir untuk memikul salib Yesus, seorang krosier ketika harus berhadapan dengan konflik dan masalah dalam komunitas, seringkali menjadi alasan untuk tidak setia pada panggilan, sehingga  tidak heran ada yang “meninggalkan jubahnya” untuk hidup di luar. Setiap persoalan tentu perlu kita tanggapi dengan baik, namun bukan berarti lalu buru-buru memutuskan untuk tidak setia kepada-Nya. Perlu saatnya melakukan discerment, saat dimana kita butuh ketenangan dan keheningan sebelum memutuskan pilihan dan menyesaikan persoalan. Dalam hal ini, kita dapat belajar dari Bunda Maria yang senantiasa tenang dan percaya pada rencana dan kehendak Allah, sehingga memampukan kita untuk sanggup menghadapi setiap persoalan hidup. Bunda Maria selalu tenang menghadapi setiap perkara hidupnya yang berat, hingga akhirnya ia mampu tetap setia dan tegar untuk senantiasa mengikuti Tuhan Yesus sampai akhir.

 

Semoga semangat dan ketenangan Bunda Maria senantiasa menginspirasi kita di dalam mengarungi setiap tantangan dan cobaan hidup, khususnya pada jalan panggilan Tuhan ini. Dan kiranya dengan cobaan, persoalan, dan tantangan yang ada, bukan malah melemahkan kita untuk mengikuti Tuhan, namun sebaliknya semakin menguatkan kita untuk senantiasa setia pada jalan yang Tuhan percayakan kepada kita. Amin.

 

 

***