*Artikel ditulis oleh Pst. Riston Situmorang, OSC. Artikel ini juga dimuat dalam majalah Nola edisi Januari-Februari 2020
Pada tanggal 1 Januari,umat Gereja Katolik biasanya mengadakan tiga tema perayaan dalam Misa yaitu hari raya Maria Bunda Allah, hari Perdamaian Sedunia, dan hari pertama Tahun Baru. Perayaan Tahun Baru dalam Misa sering kali dianggap yang utama dan menenggelamkan kedua makna perayaan lainnya. Selain itu, Misa tutup tahun yang dirayakan pada sore atau malam hari pada 31 Desember juga dijadikan dan dianggap oleh sebagian besar umat sebagai bagian yang paling penting di banding kedua tema perayaan tadi.
Akan tetapi, secara liturgis, Missale Romanum (MR) 2008 dengan tegas menyatakan bahwa Gereja pertama-tama merayakan hari raya Maria Bunda Allah (bdk. MR 2008, hlm. 166-168) sedangkan kedua tema perayaan lain adalah tambahan untuk melengkapi perayaan tersebut. Oleh karena itu, Misa tutup tahun tidak perlu menggunakan rumus khusus buatan sendiri tetapi mengikuti rumus Misa hari raya Maria Bunda Allah sedangkan intensi-intensi dalam Doa Umat dapat dikaitkan dengan tema perdamaian dan pergantian tahun. Maka, pada kesempatan kali ini, kita akan mendalami ketiga tema tersebut sehingga misteri iman yang kita rayakan pada tanggal 1 Januari sesuai dengan maksud dan makna yang sudah ditetapkan oleh Gereja sendiri.
Maria Bunda Allah
Tema perayaan yang pertama adalah Sollemnitas Sanctae Dei Genetricis Mariae atau sering disebut dengan hari raya Maria Bunda Allah atau Theotokos. Tema Maria Bunda Allah adalah perayaan yang paling kuno di antara perayaan Maria yang lain dan Gereja menempatkan perayaan ini di awal tahun sebagai tanggapan atas pengaruh bangsa kafir yang melakukan praktek penyembahan berhala. Diharapkan dengan bantuan Bunda Maria, umat beriman dapat terhindar dari pengaruh yang berbau idolatri. Pada abad V, perayaan Maria Bunda Allah pertama kali dilakukan di Roma pada tanggal 1 Januari. Selanjutnya, Paus Pius XI menjadikan perayaan Theotokos tersebut tidak hanya berlaku di Roma saja tetapi juga untuk seluruh Gereja universal. Pada tahun 1931, sebagai peringatan atas Konsili Efesus (431), Gereja menjadikan dogma Maria Bunda Allah atau Theotokos sebagai hari raya dalam kalender liturgi Gereja Katolik dan dirayakan setiap tanggal 1 Januari.
Dogma Maria Bunda Allah yang dirayakan dalam Misa tidak bermaksud untuk menempatkan Maria sebagai pusat iman tetapi untuk melindungi iman akan misteri inkarnasi sebab ajaran tentang Maria tidak terpisahkan dari misteri inkarnasi yakni Allah yang telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Peranan Maria yang begitu besar dalam peristiwa kelahiran Yesus sebagai awal rencana keselamatan Allah dapat dijadikan alasan utama mengapa Gereja menempatkan perayaan ini di awal tahun baru. Maria sebagai model bagi para murid Yesus termasuk kita semua untuk menerima rencana dan kehendak Allah. St. Ireneus berkata bahwa karena ketaatan Maria, keselamatan Allah melalui Putra-Nya dapat terjadi baik untuk dirinya maupun untuk seluruh umat manusia. Karena imannya, Maria disebut sebagai “Bunda kita yang hidup” sebab ada ungkapan yang mengatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria” (bdk. Lumen Gentium no 56).
Perdamaian Sedunia
Tema perayaan yang kedua adalah ob Diem ad pacem fovendam atau sering disebut dengan hari perdamaian sedunia. Tema ini dirayakan pertama kali oleh Paus Paulus VI pada tanggal 1 januari 1968 dengan maksud agar setiap umat dapat mendedikasikan awal tahun mereka untuk perdamaian dunia sebagai ekspresi kebebasan bernegara dan bermasyarakat. Dalam homilinya Paus menegaskan bahwa Gereja Katolik secara khusus mengemban tugas untuk mengadakan dan mempertahankan hari perdamaian sedunia ini sebagai kebutuhan untuk mengantisipasi berbagai ancaman yang dapat terjadi setiap saat seperti: bahaya berbagai kepentingan dan egosime dalam hubungan antar negara; bahaya kekerasan yang dapat merenggut hak hidup dan martabat manusia; bahaya penggunaan senjata yang dapat memusnahkan hidup banyak orang; bahaya perselisihan internasional yang tidak dapat diselesaikan melalui cara-cara yang beradab, berdasarkan keadalian dan hukum yang berlaku (bdk. Messaggio del Santo Padre Paolo VI per la Celebrazione della I Giornata Mondiale della Pace 1° Gennaio, Libreria Editrice Vaticana 2008).
Akan tetapi, tema ini tidak menggantikan perayaan Maria Bunda Allah dalam Misa tetapi melengkapinya dengan mengingatkan umat untuk berdoa bagi perdamaian seluruh dunia. Sejatinya hari Perdamaian Sedunia mengingatkan kita akan keaslian nilai-nilai kristiani yang diajarkan oleh Yesus sendiri sehingga setiap kali kita mewartakan damai itu berarti kita juga mewartakan Yesus Kristus: “Dialah damai kita” (Ef 2:14). Adapun judul pesan untuk hari perdamaian sedunia yang ke-52, yang dirayakan pada 1 Januari 2019 adalah: “Politik yang baik adalah untuk pelayanan perdamaian”. Tanggung jawab politik adalah milik setiap warga negara, dan khususnya bagi mereka yang telah menerima mandat untuk melindungi dan memerintah. Misi ini terdiri dari menjaga hukum dan mendorong dialog antar pemuka masyarakat, antar generasi dan antar budaya. Tidak ada kedamaian tanpa rasa saling percaya.
Tahun Baru
Tema perayaan yang ketiga adalah celebratio Ianuarii novi anni atau sering disebut dengan hari pertama tahun baru. Banyak umat mengikuti Misa secara khusus hanya untuk merayakan tahun baru. Praktek ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 46 sebelum Masehi. Pada masa itu, bangsa kafir Romawi merayakan pesta tahun baru pada 1 Januari sebagai penghormatan kepada dewa Yanus dengan sukaria dan hura-hura bahkan digabung dengan perayaan takhayul dan mesum. Gereja pada saat itu segera membuat kebijakan untuk melindungi umat beriman dalam perayaan kafir tersebut dengan melakukan puasa dan mengadakan Misa khusus dengan tema ad prohibendum ab idolis atau supaya terhindar dari idolatri. St. Agustinus dalam Sermo 98 mengatakan bahwa pada hari tahun baru, orang-orang itu saling memberi hadiah, tetapi kamu harus memberi sedekah; mereka suka bergegas ke teater, tetapi kamu hendaknya masuk dalam gereja; mereka suka mabuk-mabukan dan pesta pora, tetapi kamu harus berpuasa (bdk. Bosco da Cunha O.Carm, Memaknai Perayaan Liturgi, hlm. 83).
Perayaan tahun baru dalam Misa secara liturgis sebenarnya diadakan pada Minggu I Advent sebagai awal pergantian tahun A-B-C. Namun, sebagai umat yang hidup dalam penanggalan masehi, kita seringkali membawa pola pikir yang profan ke dalam perayaan liturgis dan bahkan menjadikannya sebagai hal yang utama. Semoga melalui penjelasan singkat ini, ketiga tema yang ditawarkan oleh Gereja bisa disatukan dalam Misa yang dirayakan setiap tanggal 1 Januari. Rumusan Misa yang dipakai tentu saja hari raya Maria Bunda Allah tanpa mengabaikan hari perdamaian sedunia dan tahun baru sebagai tambahan yang melengkapi. Dengan bantuan Maria sebagai Bunda Allah dan ratu keadilan, kita mohonkan perdamaian bagi seluruh dunia dan dengan bantuan Maria pula, kita berdoa agar hidup kita diberkati oleh Allah di hari pertama awal tahun ini dan untuk hari-hari selanjutnya
No responses yet