“Merasa Beruntung Dan Dicintai”
(Sharing Pst. Mathias Kuppens kepada komunitas Skolastikat OSC)
Fr. Gabriel Mario Lefaan, OSC
Sebuah kegembiaraan bagi kami, komunitas Skolastikat Pratista Kumara Warabrata, mendapatkan kunjungan dari Pst. Mathias Kuppens, OSC pada Sabtu (12/3) yang lalu. Dalam kunjungannya itu, Pst. Mathias memberikan kepada kami sebuah kesaksian berharga dari pengalaman rohani dan pastoralnya selama ini. Sekalipun menginjak usia hampir 86 tahun, ia tampak masih energik dan bersemangat dalam membagikan sharingnya kepada kami, para Krosier muda. Pastor yang telah bertugas selama 32 tahun di Pulau Nias ini membagikan tipsnya kepada kami agar setia dalam menjalani panggilan ini.
Pertama, merasa beruntung. Pst. Mathias menuturkan bahwa ia selalu beruntung di mana pun ia bertugas. Baik 25 tahun di Cigugur maupun 32 tahun Pulau Nias, ia selalu merasa senang. Pasalnya, ia bisa terbuka untuk menilai dan menyesuaikan diri dengan kondisi di lapangan. Lebih lanjut, ia pun menggunakan kreativitasnya dalam berpastoral. Sebagai contoh, berkat kemampuan beternaknya yang dimiliki sejak kecil, Pst. Mathias “berani” mendatangkan beberapa sapi dan babi dari Rawaseneng untuk diternakkan di Cigugur.
Kedua, merasa dicintai. Pst. Mathias mengatakan bahwa ia merasa dicintai oleh Yesus, Bunda Maria, keluarga, dan teman. Sebab, baginya dasar menjadi imam adalah merasa dicintai. “Kalau kita (merasa) tidak dicintai, kita akan merasa lemah, sendirian dan menderita,” tutur pastor yang memulai misi di Nias pada 1 Februari 1990. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa cara untuk dicintai adalah mampu menahan diri, rendah hati dan rela mengalah. Dengan begitu, seseorang bisa bertahan dalam panggilannya.
Terkait dengan pengalaman rohani, ada kisahnya yang menarik untuk direfleksikan. Pst. Mathias mengisahkan pengalaman ketika ibunya meninggal pada kelas 1 SMP. Kala itu ia merasa kehilangan semangat. Beruntung, kasih sayang ibu yang sempat hilang ditemukan kembali pada waktu di seminari. Ketika di seminari menengah selama ± 6,5 tahun, ia selalu menyempatkan waktu di siang hari untuk berdoa di depan patung Bunda Maria. Setiap hari Pst. Mathias datang ke kapel untuk mencari kasih sayang dan penghiburan. Di sana ia bertemu secara intim dengan Bunda Maria dan Yesus. Hal tersebut yang membuatnya kuat dalam menjalani panggilan menjadi imam.
Lantas, bagaimana kisah pastoralnya di Nias? Banyak cerita yang Pst. Mathias bagikan kepada kami. Salah satunya adalah pengalaman ketika ia mengentaskan persoalan perkawinan adat di Nias. Pada awal misinya di sana, Pst. Mathias amat concern terhadap permasalahan perkawinan, khususnya harga böwö (mas kawin) yang sangat tinggi. Dengan kehendak baik, ia mengumpulkan sedikitnya 32 ketua adat. Tujuannya adalah menurunkan harga böwö. Syukur, mereka pun sepakat untuk menurunkan harga böwö menjadi 17 ekor babi.
Kurang lebih dua jam Pst. Mathias membagikan pengalaman berharganya kepada kami. Tentu, waktu dua jam tidak cukup untuk digunakan membagikan semua kekayaan pengalaman hidupnya selama ini. Namun, semua yang dibagikannya sungguh menyemangati kami dalam menjalani panggilan ini. Semoga kami, para Krosier muda, dapat meneladani semangat dan perjuangan dari Pst. Mathias.
In Cruce Salus †
No responses yet