PERSEMBAHAN SULUNG: SHARING ORANG TUA FR. WAYAN, OSC
|| Bapak Johannes Harimuljo dan Ibu Agustina Ni Luh Putu Muliarti
Jadi Pastor: Mengikhlaskan Anak Sulung
Fr. Kristian atau yang biasa dikenal sebagai Wayan, lahir sebagai anak laki-laki pertama dalam keluarga Bali yang sangat dinantikan, karena dalam satu garis keturunan sebelumnya tidak ada laki-laki. Karenanya, Wayan merupakan anugerah yang sangat dinantikan dalam keluarga kami. Selama kehamilan anak kami, ibunya selalu berdoa semoga yang lahir adalah anak laki-laki dan jika Tuhan berkenan memberikan kami anak laki-laki lebih dari satu orang , kami akan persembahkan satu untuk Tuhan untuk menjadi seorang pastor. Dan memang akhirnya kami memiliki dua anak laki-laki.
Selama pertumbuhan, Fr. Wayan adalah anak yang ceria, suka tersenyum, dan ramah walaupun sedikit bicara. Sejak TK dia sudah mengikuti kegiatan SEKAMI di gereja, bertugas sebagai misdinar sejak kelas 4 SD. karena kebetulan tempat tinggal kami di belakang gereja, kami sebagai orang tua tidak pernah kesulitan untuk mengantar jemput karena Fr. Wayan sudah berangkat sendiri tanpa disuruh untuk mengikuti kegiatan Sekami, tugas misdinar dan misa harian
Suatu hari Minggu di bulan Januari tahun 2010 ada seorang romo tamu memimpin misa di gereja kami. Beliau adalah rektor Seminari Menengah Roh Kudus Tuka, Bali. Saat akhir homili beliau menyampaikan bahwa pendaftaran seminari menengah SMP sudah dibuka dan tes masuk akan dilaksanakan bulan itu juga untuk gelombang pertama. Setelah dari Gereja, di rumah Fr. Wayan langsung menyampaikan niatnya kepada ibunya dan meminta ibunya menelpon romo yang memimpin misa tadi supaya menyampaikan keinginannya untuk masuk seminari. Tanpa mau ditunda di gelombang berikutnya, bulan itu juga Fr. Wayan ikut tes di seminari menengah SMP dengan tes sehari penuh, tinggal di seminari sehari penuh layaknya seminaris. Dan saat pengumuman dinyatakan lulus. Bulan juli setelah lulus SD, Fr. Wayan mulai masuk asrama seminari SMP dan menjalani suka duka di sana selama 3 tahun. Saat lulus SMP seminari dia masih ada keinginan untuk lanjut SMA di seminari tapi kami dari keluarga meminta dia untuk melanjutkan ke SMA umum dulu dan disetujui oleh Fr. Wayan.
Masa SMA pun dijalani kembali bersama keluarga di rumah. Fr. Wayan mulai lagi ikut kegiatan OMK dan ikut menjadi anggota koor di gereja dan sesekali mulai belajar mengiringi sebagai organis. Kegiatan yang tidak pernah dia tinggalkan adalah olahraga sepak bola dan futsal yang merupakan salah satu alasannya masuk seminari waktu SMP. Apalagi seminari memiliki fasilitas berupa lapangan yang cukup luas. Saat F.r Wayan naik kelas 3 SMA, kami menanyakan lagi akan kuliah kemana nanti keinginannya? Dia menyampaikan bahwa jawaban akan diberikan bulan Desember setelah menerima raport semesteran. Bulan Desember sebelum menerima raport dia menepati janjinya kepada kami melalui ibunya dia menyerahkan sebuah brosur Ordo Salib Suci. Brosur itu dia simpan sejak SMP seminari. Dia mendapatkan brosur itu dari dua pastor OSC yang saat itu berkunjung ke seminari Tuka pada. Sampai sekarang Fr. Wayan pun tidak ingat siapa dua orang pastor tersebut. Saat itu ibunya bingung, ini brosur apa nak? Fr. Wayan bercerita keinginannya untuk masuk Ordo Salib Suci dengan ketertarikan pada jubahnya. Sebagai orang tua karena kami tidak pernah tahu apa itu OSC, mulai kami mencari tahu di internet dan bertanya kepada seorang suster CB yang saat itu selalu melayani komuni untuk neneknya Fr. Wayan yang sedang sakit. Dari suster itu kami diberi nomer HP Pst. Ote, OSC dan dari Pst. Ote, OSC kami diberi kontak Pst. Sumardi, OSC. Begitulah akhirnya kami menghubungi Pst. Sumardi, OSC dan beliau selanjutnya kontak dengan Fr. Wayan. Anak kami meminta agar dia dibolehkan ikut tes gelombang pertama di bulan Maret 2016 yang waktu itu dia masih berstatus murid SMA yang belum melaksanakan ujian akhir. Kami kembali menawarkan kepada dia untuk mengikuti tes gelombang kedua atau dia coba memilih tarekat/ordo lain yang sudah kami kenal sebelumnya tapi dia tetap dengan keinginan hatinya ikut tes bulan maret. Sebagai orang tua kami tetap mendukung walaupun dengan segala keterbatasan kami. Saat itu untung sudah ada grup BBM dan salah satu sahabat ibunya Fr. Wayan ada yang tinggal di Kota Bandung. Kami sangat dibantu ketika mengantar anak ke Bandung dan semua proses berjalan baik. Sampai saat ini keluarga sahabat ibunya Fr. Wayan itu sudah seperti keluarga sendiri untuk Fr. Wayan.
Tepat pada Hari Raya Paskah 2016, kami menerima surat dari Novisiat Ordo Salib Suci yang menyatakan anak kami diterima, syukur yang teramat besar bagi kami karena anak kami belum juga ujian akhir SMA tapi sudah diterima di Ordo Salib Suci. Waktu terus berjalan. Kami tetap meminta Fr. Wayan untuk tes ke perguruan tinggi yang ia minati karena kami juga sempat menyarankan dia untuk kuliah umum dulu, nanti setelah lulus kuliah baru masuk biara. Tetapi dia menolak. Ia sudah bertekad untuk masuk OSC. Pada akhirnya, pada Juli 2016 dia berangkat masuk biara OSC.
Perasaan kami sebagai orang tua atas kemauannya tersebut sebenarnya cukup berat. Pada hari keberangkatannya ke Bandung, ibunya dan neneknya menangis sepanjang hari karena sudah tidak bisa menghubungi Fr. Wayan lagi. Namun, kami hanya bisa berdoa dan berserah ikhlas karena kami ingin memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Bulan berikutnya, tepatnya 27 Agustus 2016 kami sekeluarga datang ke Novisiat di Pratista untuk ikut hadir dalam ibadat penjubahan. Air mata haru kami kembali menetes. Dalam hati kami hanya bisa berdoa supaya Tuhan tetap berkenan atas awal perjalanan anak kami ini.
Berjalan dan Berproses
Anak kami tentunya mengalami proses jatuh bangun. Dengan segala keterbatasan komunikasi, kami hanya bisa menemani dan mendukung Fr. Wayan lewat doa-doa kami. Setelah 2 tahun, pada Juli 2018 dia boleh pulang untuk liburan. Ada suatu yang berbeda yang kami dapatkan. Setiap mengikuti misa memakai jubah, ada rasa bangga dan khawatir yang bercampur aduk di hati kami. Dia sudah ikut membantu pelayanan penerimaan komuni di gereja karena waktu itu di paroki kami belum ada asisten imam. Kami diceritakan oleh beberapa umat, katanya ada yang sampai berpindah barisan supaya bisa menerima komuni dari Fr. Wayan. Saat liburan berakhir, Gunung Agung pun meletus dan bandara ditutup, kami mulai kebingungan dan mencari cara agar Fr Wayan tidak terlambat kembali ke biara. Puji Tuhan dalam kebingungan masih ada jalan. Pada akhirnya Fr. Wayan menyeberang ke Surabaya dan Di sana ia juga berjumpa juga dengan keluarga.
Pada 28 Agustus 2018 kami sekeluarga boleh kembali datang ke Novisiat Pratista dan bisa melihat secara langsung anak kami mengucapkan kaul perdananya. Kembali air mata haru kami mengalir,dan kami hanya bisa berdoa, berserah pada Tuhan. Sebagai orang tua kami bisa merasakan pergumulan, jatuh bangunnya anak kami dalam berproses, tapi kami pun hanya bisa mendukung dia lewat doa-doa kami.
Pada akhir November 2019, ibunya sempat mengunjungi Fr. Wayan ke Skolastikat OSC. Dalam perjumpaan itu banyak cerita suka duka dan pergumulan batin anak kami dalam berproses. Sebagai orang tua, kami hanya bisa memberikan dukungan dan doa. Kami selalu berpesan agar dia tetap menjalani kehidupannya dengan rendah hati dan setia.
Kemudian, Covid 19 melanda dunia. Kami tidak bisa berkunjung dan Fr. Wayan pun tidak bisa pulang. Kami hanya bisa berserah pada Tuhan. Agustus 2020, tepatnya tgl 28, anak kami akan pembaharuan kaul dan kami hanya bisa mengikutinya secara daring. Setelah berporses, dia akhirnya bisa menyelesaikan Studi S1 dan berangkat untuk menjalani tahun orientasi pastoral (TOP) ke Tebing Tinggi pada September 2021. Kami hanya tahu prosesnya dari jauh. Kami hanya bisa berdoa untuk mendukung anak kami Fr. Wayan. Juli 2022 dia Kembali dari TOP dan kembali ke Bandung. Pada 27 Agustus 2022 anak kami Kembali pembaharuan kaul dan lagi-lagi kami hanya bisa mengikutinya secara daring. Untungnya teknologi sudah canggih. Walaupun hanya lewat gambar, kami tetap bersyukur dan bersukacita. Kami merenungkan bahwa kami sangatlah beruntung sebab di zaman ini teknologi sudah canggih sehingga walaupun jauh masih kami bisa melihat Fr. Wayan yang jauh di sana. Dari situ, kami belajar untuk lebih ikhlas lagi. Kami menyadari semua butuh proses dan kami semua harus setia dan taat dalam berproses.
Satu Anak Menjadi Banyak Anak
Ada hal yang sangat membuat kami mengalami sukacita di rumah, yakni kami memang dikatakan ‘kehilangan’ satu anak. Namun, Tuhan menggantikannya dengan banyak anak. Kami sangat senang bahkan bahagia kalau ada para pastor atau frater yang kebetulan ke Bali dan bisa mampir ke rumah kami di desa. Memang tidak setiap hari, tetapi saat mereka datang hati kami penuh sukacita.
Dukungan dan doa-doa kami untuk semua anggota Ordo Salib Suci dan anak kami agar tetap setia dalam berproses, taat, dan selalu mengandalkan Tuhan.
Salam dan doa kami.
No responses yet