Sharing Orang Tua Frater Stevan, OSC
Bpk. Simon Sugiarto
Salam kasih Yesus Kristus. Salam sehat selalu.
Syukur kepada Tuhan atas penyertaaan dan perlindunganNya, kita semua dalam keadaan sehat serta tetap optimis walau pandemi belum berakhir sepenuhnya.
Perkenalkan, saya Simon Sugiarto, berasal dari sebuah kampung di Lampung Tengah. Istri saya, Renny Adsend Silalahi, berasal dari Sibaganding, Parapat, Sumatera Utara. Saat ini kami tinggal di Batam, Kepualauan Riau.
Kami berdomisili di Paroki Santo Damian, Batam. Kami mempunyai 3 orang anak yang semuanya laki-laki. Anak pertama bernama Stevanus Arya Prastya yang saat ini berada di Skolastikat OSC, Bandung. Anak kedua bernama Michael Renato yang saat ini berada di Novisiat Serikat Yesus di Girisonta, Ungaran, Semarang. Adapun anak ketiga bernama Teofilus Revaldo Janes yang saat ini bersekolah di SMA Yos Sudarso Batam.
Dari anak-anak saya kecil, saya telah membiasakan untuk doa bersama di saat makan malam karena pada saat malam hari kami baru bisa berkumpul setelah melakukan pekerjaan sepanjang hari. Selain itu, ada kebiasaan menarik bila kami pergi ke gereja. Kami selalu
memilih untuk duduk di barisan yang sama. Saya dan istri duduk di pinggir kiri dan kanan, sedangkan mereka bertiga duduk ditengah-tengah kami. Kebiasaan itulah yang menjadikan kami seperti kehilangan mereka saat ini. Namun, saya selalu mengajak mereka terlibat dalam kegiatan gereja. Saya merasa dengan pendidikan kami yang seadanya, kami tidak dapat memberikan pendampingan yang maksimal, sehingga dengan terlibat dan selalu ambil bagian dalam menggereja dapat membantu mereka bertumbuh dan belajar dengan lingkungan dengan baik. Walapun saya sedang capek dan lelah, jika mereka minta diantar ke gereja atau kegiatan lain, saya tidak pernah menolak. Harapan saya, disitulah mereka juga mendapatkan bimbingan dan pembelajaran yang kami sendiri tidak bisa berikan.
Dari kecil mereka terbiasa ikut sekolah minggu, Legio Maria serta aktif di Putera Altar sampai mereka SMP, tepat sebelum mereka melanjutkan pendidikan ke Seminari. Sebenarnya dari awal saya tidak penah menyuruh mereka untuk memilih sekolah seminari. Namun saat mereka sering terlibat di gereja dan melihat mereka senang, saya mencoba menawarkan untuk masuk seminari dimanapun yang mereka mau dan suka. Harapan saya adalah mereka mendapatkan pendidikan terbaik serta menjadi orang yang baik, serta selalu melibatkan diri dalam kegiatan menggereja dimanapun berada. Namun dalam setiap doa, saya selalu serahkan anak-anak saya kepada Tuhan jikalau berkenan untuk menjadikan mereka menjadi pelayan-pelayan-Nya yang setia.
Seiring berjalannya waktu, anak pertama bersedia masuk ke Seminari Roh Kudus di Bali. Awalnya kami berat melepaskan karena selain jauh, saat itu penerbangan ke Bali harus transit via Jakarta. Kami memikirkan apakah nanti ia bisa pulang sendiri atau tidak. Namun, kekhawatiran itu berkurang karena pada saat itu ada pamannya yang tinggal di Bali. Selain itu, ada seorang kakak kelasnya yang satu paroki juga sudah berada di Seminari Roh Kudus terlebih dahulu.
Pernah suatu hari Stevan sakit ketika saya sedang mengantar anak kedua masuk Seminari Mertoyudan. Oleh karena itu, akhirnya dari Yogya saya langsung ke Bali. Kurang lebih 2 minggu saya menemani di rumah sakit. Puji Tuhan semua berjalan baik dan ia sehat sampai saat ini.
Terkadang mendengar kabar tentang di kehidupan dan pergumulan mereka di seminari (misal, tentang makanan dan masalah-masalah yang dihadapi) membuat hati sedih dan haru. Namun, kami selalu membawa dalam doa saat kekuatiran itu datang. Saya yakin itu semua tidak mudah untuk dijalani, namun dengan doalah kami sekeluarga merasa disatukan. Kami yakin kami saling mendoakan dan dalam doalah kekuaatiran kami itu berkurang.
Saat yang memberatkan ketika anak kedua kami juga memutuskan untuk melanjutkan hidup membiara di Serikat Jesus. Pada awal saat anak pertama memutuskan lanjut, sepertinya rasa kehilangan atau rasa melepaskan anak ke biara tidak begitu berat. Namun, saat saya mengantar anak kedua masuk ke Novisiat Jesuit, malamnya sampai di hotel saya tidak bisa tidur. Entah hati ini terasa berat sekali namun tidak tahu untuk diucapkan.
Sekarang jika rasa kangen muncul, kami sekeluarga saling mendoakan sehingga rasa kengen itu sedikit terobati.
Ada rasa berat melepaskan mereka berdua masuk biara. Namun jikalau Tuhan berkehendak, apalah yang dapat kami perbuat. Di dalam doalah kami berserah.
Ketika kedua kakaknya masuk seminari dan biara, anak yang paling kecil pun kami batasi ruang geraknya. Setidaknya dia ikut merasakan bagaimana kedua abangya menjalani masa-masa formasi di seminari dan biara.
Kami yakin tidaklah mudah menjalani semua itu. Mungkin mereka menjalani panggilan dengan airmata, kerinduan, kesepian dan kejenuhan yang mendalam. Meskipun demikian, saya yakin dengan penyertaan Tuhan dalam setiap tingkah laku dan langkah yang diambil, mereka akan selalu dikuatkan.
Saya selalu mendukung apapun keputusan mereka mulai dari masuk seminari. Jikalau mau pulang dan tidak lanjut, kami selalu terbuka atas apapun keputusan mereka. Akhir kata, dengan mendoakan mereka, itulah cara kami untuk selalu memeluknya dan merasa disatukan dalam satu keluarga walau saling berjauhan.
Yang selalu mendukung dan mendoakanmu
Simon Sugiarto
No responses yet